Makanan Fungsional, antara Kebutuhan dan Lifestyle Sensasional

(Ayu Ristamaya Yusuf Dosen AKAFARMA PIM)

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Tanpa makanan, manusia tidak bisa bertahan hidup. Makanan yang kita konsumsi merupakan salah satu parameter untuk melihat cara hidup (lifestyle) yang kita jalani. Kebutuhan akan makanan mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Pola penerapan makanan dalam hidup telah banyak berubah mengikuti perkembangan jaman. Berawal dari istilah empat sehat lima sempurna, dimana setiap orang disarankan untuk memenuhi kebutuhan gizi melalui sumber karbohidrat, lauk sebagai sumber protein dan lemak, sayur sebagai sumber vitamin, serat dan mineral, buah sebagai sumber vitamin serta susu. Namun demikian, empat sehat lima sempurna tidaklah harus dipenuhi, mengingat kebutuhan masing-masing orang akan berbeda. Orang yang megalami kegemukan (obesitas) tidak disarankan mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Penderita diabetes mellitus (kencing manis) tidak disarankan mengkonsumsi karbohidrat sederhana dalam jumlah besar.

Kebutuhan makanan bagi setiap orang kemudian bergeser menjadi menu seimbang, dalam arti bahwa kebutuhan tiap individu tidak harus mengikuti empat sehat lima sempurna, namun disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Contoh, penderita diabetes mellitus memerlukan sumber energy yang berasal dari karbohidrat kompleks (berserat tinggi, misal ubi) yang mengurangi kecepatan pelepasan gula ke dalam tubuh. Anak-anak, memerlukan lebih banyak sumber protein untuk pembangunan sel-sel tubuh, dengan diimbangi sumber karbohidrat yang sesuai dengan aktivitasnya.

Kini pergeseran kebutuhan makanan terjadi lagi, mengingat terjadi peningkatan penyakit seperti kanker, diabetes mellitus, jantung dan sebagainya sebagai akibat lifestyle yang buruk. Saat ini, kebutuhan makanan bergeser menjadi makanan fungsional. Makanan fungsional adalah makanan yang memiliki tiga fungsi yaitu fungsi primer, artinya makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral); fungsi sekunder artinya makanan tersebut dapat diterima oleh konsumen makanan fungsional dikonsumsi secara sensoris dan fungsi tersier artinya makanan tersebut memiliki fungsi untuk menjaga kesehatan, mengurangi terjadinya suatu penyakit dan menjaga metabolisme tubuh. Produk makanan fungsional harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan dasar (ilmiah) klaim kesehatan, takaran dan keamanan konsumsi, serta bentuk penyajian yang tentu saja, harus berbeda dengan produk obat-obatan.

Klaim khasiat yang diizinkan oleh FDA (Food and Drugs Administration USA) mencakup tujuh hubungan, salah satunya: antara kalsium (Ca) dengan pengurangan risiko osteoporosis (keropos tulang), atau antara natrium (Na) dengan tekanan darah tinggi, tetapi tidak untuk hubungan antara serat dengan kanker, juga tidak untuk seng (Zn) dengan fungsi kekebalan.

Baca juga:  Jadi Ahli Gizi, Handal Mengatur Nutrisi

Sebenarnya banyak sumber-sumber tanaman lokal yang sangat berpotensi sebagai sumber makanan fungsional, dan mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita. Sayur-sayuran dan buah-buahan yang kaya serat, mineral, vitamin dan flavonoid sebagai antioksidan seperti tomat, wortel, bawang-bawangan, berry-berry-an (strawberry, blueberry dll), papaya, brokoli, dsb. Rempah-rempah yang kaya senyawa bioaktif, seperti cengkeh, sereh, jahe, secang, kayumanis, kapulaga dsb. Umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat kompleks dan serat, seperti ubi jalar, singkong, ubi garut, umbi suweg, umbi porang, umbi ganyong, umbi gadung dsb. Lalu apakah sulit mengolahnya? Jawabnya, sangat mudah, bahkan jika kita sedikit berimajinasi dan kreatif, bahan-bahan yang mungkin kita anggap “ndeso” dapat disulap menjadi primadona.

Telah dilakukan banyak penelitian tentang makanan fungsional oleh peneliti-peneliti baik dari akademisi maupun praktisi, salah satunya adalah AKAFARMA PIM. Banyak hasil penelitian baik dari dosen maupun mahasiswa yang mengusung tema makanan fungsional, yang secara nyata dapat diaplikasikan dengan mudah oleh masyarakat. Untuk penderita diabetes mellitus dapat memanfaatkan glukomanan dari umbi-umbian (Umbi suweg, umbi porang) berupa Gummy Dietery Fiber maupun konyaku (sejenis jelly), sereal, flakes dan cookies (dari biji-bijian seperti beras merah, bekatul), beras tiruan dari campuran tepung jagung, rambut jagung dan tepung sagu sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Bagi yang mempunyai intoleransi terhadap susu tetapi ingin tetap menikmati keju, dapat mencoba mencicipi keju rendah lemak dari biji nangka. Atau mulai membuat panganan berbahan dasar tepung daun kelor sebagai makanan pendamping ASI (MP-ASI) sekaligus antianemia.

Jadi, masihkah menganggap makanan fungsional sebagai barang “sensasional” bagian dari highclass lifestyle? Atau berpikir sederhana saja, apa pun pola makan kita, sudah seyogyanya kita berpikir bahwa makanan adalah salah satu kebutuhan kita, yang tidak saja mengenyangkan namun juga harus menyehatkan. Seperi kutipan Hipocrates, “Let Food be Thy Medicine and Medicine by Thy Food”

Bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *