Solusi Untuk Produk Rendah Sodium & Lemak

(Wigang Solanjari Dosen AKAFARMA PIM)

Garam dan lemak memiliki peranan dalam pembentukan rasa. Namun seiring dengan tren dan tuntutan hidup lebih sehat, konsumen mulai menghendaki produk yang rendah garam dan lemak, terutama bagi konsumen yang mengalami obesitas dan hipertensi. Tantangannya bagi industri pangan adalah konsumen tetap menuntut produk nikmat dan lezat.

Garam, juga dikenal sebagai sodium (natrium) klorida, digunakan dalam produk pangan untuk berbagai fungsi diantaranya sebagai peningkat rasa, pengawet, pengikat dan stabilizer. Sodium yang terkandung dalam garam juga dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil untuk melakukan impuls saraf, kontraksi, mengendurkan otot dan menjaga keseimbangan air serta mineral. Tapi terlalu banyak sodium dalam diet dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke.
Berkaitan dengan fungsi meningkatkan rasa dan nuansa pangan dalam mulut, dari perspektif kuliner, garam memiliki banyak sifat yang diinginkan. Ditambahkannya garam dapat meningkatkan sensori pada hampir semua makanan yang dikonsumsi manusia.

Bagi orang-orang yang terbiasa mengonsumsi makan dengan kandungan garam tinggi, penghilangan garam secara total dapat membuat rasa menjadi hambar. Untuk menemukan strategi yang tepat dalam menurunkan penggunaan garam maka perlu diperhatikan secara seksama bagaimana sifat dan pengaruh garam terhadap rasa.

Salah satu pendekatan untuk mengurangi asupan garam adalah melalui adaptasi. Pendekatan ini dapat berhasil bila pemerintah melakukan kebijakan pengurangan garam yang didukung semua pihak terkait terutama industri pangan. Tingkat penggunaan garam yang dipelajari sebelumnya, diturunkan dengan cara mengedukasi masyarakat tentang pentingnya penurunan konsumsi garam, yang diikuti dengan penurunan secara bertahap oleh industri pangan hingga masyarakat dapat menerimanya. Pendekatan ini dapat berhasil bila semua pihak yang terlibat telah sepakat dengan strategi ini dan pelaksanaannya dilakukan secara berkelanjutan.

Cara kedua adalah dengan pendekatan multisensori. Sistem kimia sensori berkontibusi terhadap persepsi rasa secara keseluruhan dan memainkan peran penting dalam penerimaan pangan. Sebagai contoh senyawa volatil tertentu terdektesi oleh reseptor bau sering dinilai sebagai ‘manis’ dan dapat berkontribusi untuk penilaian terhadap keseluruhan rasa senyawa yang manis, fenomena serupa terjadi juga untuk rasa asin.

Penambahan bahan-bahan tertentu dengan dampak rasa tinggi dalam pemasakan atau proses pengolahan dapat membantu mengurangi kebutuhan garam yang ditambahkan. Penggunaan rempah-rempah, jeruk, mustard dan cuka sebagai pemberi cita rasa yang khas, kadang-kadang digunakan sebagai kompensasi pengurangan garam. Flavoring lain yang dapat dipilih misalnya senyawa pemberi rasa umami yang juga berperan sebagai penguat rasa atau enhancer.

Baca juga:  Kesesuaian Makna Hari Saraswati Dan Profil Cendikia, Patriotik, & Spiritualis

Pendekatan ketiga adalah melalui pengembangan bahan pengganti garam dengan mencari bahan baku yang dapat terdeteksi dan memberi sensasi seperti garam. Diantaranya studi penggunaan potasium klorida yang pada awalnya dikombinasikan dengan garam,kemudian ditawarkan dalam bentuk tunggal (dengan efek rasa pahit di akhir rasa). Senyawa tersebut lalu dikombinasikan dengan pemanis buatan ataupun dibuat turunannya dalam bentuk potasium glutamat. Selain itu juga dipelajari bahan baku yang dapat menguatkan efek garam sehingga penggunaan garam dikurangi tetapi efek kekuatan rasanya sama.

Isu kesehatan lain juga terjadi pada lemak, dimana diet tinggi lemak dikaitkan dengan peningkatan resiko beberapa jenis penyakit seperti obesitas, kanker dan jantung. Tidak heran jika kemudian konsumsi lemak direkomendasikan tidak lebih dari 30% total kalori. Untuk lemak total, berarti tidak lebih dari 60 gram lemak per hari pada diet 1800 kalori. Dan dalam total lemak terkandung tidak lebih dari 20 gram lemak jenuh.

Meskipun lemak sering digambarkan sebagai ‘penjahat’ diet, tetapi sebenarnya lemak berpartisipasi dalam lima fungsi fisiologis penting, yakni sebagai sumber energi bagi tubuh dengan menyediakan 9 kilo kalori per gram (dibandingkan dengan 4 kilo kalori per gram dari karbhidrat dan protein), membantu mempertahankan suhu tubuh dan melindungi organ-organ vital dari cedera, membantu penyerapan dan transportasi vitamin larut dalam lemak (A,D,E dan K), meningkatkan rasa dan sensasi sensori makanan dalam mulut, dan diet lemak menyediakan dua asam lemak esensial (omega 3 lemak, asam alpha-linolenic dam omega 6, asam linoleat) yang diperlukan untuk proses fisiologis penting

Kemampuan lemak meningkatkan rasa dan sensasi kenikmatan dalam mulut perlu diperhatikan untuk dikompensasi, karena tren produk yang diminati konsumen saat ini adalah produk yang mempromosikan bentuk rendah lemak atau tanpa lemak (contohnya produk turunan susu). Industri flavor mengadakan penelitian untuk menemukan produk pengganti susu dengan tujuan menurunkan jumlah pemakaian bahan baku susu dan menguatkan persepsi dan kesegaran, kelembutan serta arah profil mentega. Solusi yang ditawarkan dilakukan melalui dua pendekatan yaitu masking (menutupi efek yang ditimbulkan formulasi rendah atau tanpa lemak) dan boosting (menggantikan efek kelembutan, rasa lemak, kemanisan gula dsb).

Penelitian tentang bagaimana tubuh mendeteksi garam dan lemak, secara langsung ataupun tidak lansung, serta kontribuasinya terhadap penerimaan produk pangan dapat dijadikan dasar mencari solusi bagi formulasi untuk membuat produk rendah lemak dan garam.

Bagikan:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *