Penjualan jamu meningkat drastis, setelah virus corona (Covid-19) makin merebak. Jamu menjadi salah satu ‘jurus’ terbaik untuk menjadi penangkalnya. Agar hasilnya maksimal, pembuatannya tidak boleh dianggap remeh. Ada hal penting dalam pembuatan jamu. Yang pertama bahan baku, dan kedua adalah prosesnya. Hal ini diungkapkan Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan (AKAFARMA) Putra Indonesia Malang (PIM), Dr. Misgiati, M.Pd. Pimpinan AKAFARMA PIM di Jalan Barito 5 Kota Malang itu berbagi tips dan trik agar jamu yang dibuat, menjadi penangkal virus corona yang berkhasiat.
“Selama ini, dalam membuat jamu ada yang dikeringkan dan adapula yang masih basah. Sebetulnya, hal itu tergantung dari pemakai dan sifat dari bahan yang digunakan. Alangkah baiknya jamu yang tidak disimpan dalam waktu lama, harus dalam bentuk segar. Harus dicuci di air mengalir. Biasanya yang salah, bahan yang digunakan hanya direndam,” tuturnya. Ia tidak mempermasalahkan apakah bahan yang digunakan dikupas atau tidak. “Selama proses pencucian benar, saya kira untuk pengupasan bahan tertentu tidak harus,” tambah dia.
Menurutnya, empon-empon cukup dicuci bersih dengan air mengalir. “Boleh kalau masih ragu, bisa dikupas,” tegasnya. Nah, dalam proses perebusan ini, ada proses yang harus diketahui masyarakat. “Ada proses yang kurang benar. Wadah yang dipakai untuk merebus adalah aluminium. Seharusnya menggunakan wadah dari stainless. Lebih baik lagi bila menggunakan gendok atau periuk dari tanah. Itu malah lebih dianjurkan,” ungkap Misgiati, sapaan akrabnya.
Wanita yang juga pengurus PAFI Pusat itu menambahkan, api yang digunakan pada saat proses merebus, tidak terlalu besar. Ini dilakukan agar bahan aktif tidak akan menguap sehingga justru khasiatnya berkurang. Setelah itu didihkan hingga 10 menit, tetap dengan api kecil. Selanjutnya disaring dan siap untuk dikonsumsi. Bila ingin lama, ujarnya, dapat disimpan di lemari pendingin. Jamu sendiri, kebanyakan hanya dapat digunakan sehari semalam. “Kadang di dalam proses penyimpanan inilah yang juga tidak benar. Jamu merupakan media air. Kalau tidak benar penyimpanannya, mikroba bisa muncul yang menyebabkan jamur,” katanya.
Lalu bagaimana bisa ingin membuat jamu dalam jumlah cukup banyak, Misgiati tetap menyarankan proses pengeringan bahan yang akan digunakan menjadi hal mendasar. Lagi-lagi, proses penyimpanan tetap menjadi hal utama. “Tidak boleh terkena matahari langsung. Dapat ditutup kain hitam atau diangin-anginkan. Kadang penutupnya tidak rapat sehingga terjadi lembab di bahan jamu. Ini yang membuat jamur masuk. Intinya, bahan jamu harus benar benar kering. Parameternya mudah. Bila dipegang masih ada cairan, tandanya kadar air masih besar,” papar dia.
Terkait virus corona, Misgiati berharap masyarakat lebih banyak untuk menjaga stamina. “Ini bukan meremehkan. Tapi kalau orang sehat, virus atau penyakit tidak akan berani masuk. Bila virus tidak sesuai tempatnya, virus tidak akan tumbuh. Maksud tidak sesuai tempatnya, misalkan di tangan. Sebagai jaringan hidup dan tidak terbuka, virus tidak akan berkembang biak. Kalaupun terbuka, reseptornya tidak cocok, tidak akan berkembang biak. Kenapa harus cuci tangan karena virus corona memang menyerang saluran pernafasan. Tangan menjadi media yang baik memasukkan makanan,” urainya lagi.
“Nah, kalau virus masuk, namun kita dalam kondisi sehat, di dalam tubuh sudah ada penangkal HCL sebetulnya. Tapi kalau orang dalam kondisi tidak baik, misalkan batuk. Di tenggorokan, biasanya ada iritasi, itulah menjadi barrier pertama virus untuk berkembang biak. Sebab itu, jamu yang terbuat dari empon-empon adalah yang terbaik untuk kekebalan tubuh. Supaya efeknya maksimal, proses pengolahannya harus benar,” terangnya. Misgiati menegaskan, kunyit dan temulawak merupakan imunostimulan yang paling mujarab.
AKAFARMA PIM membuka pendaftaran gelombang 1 sampai tanggal 30 Maret 2020. Informasi lebih lanjut kunjungi website poltekkespim.ac.id atau bisa daftar online ke alamat https://pim.siakadcloud.com/spmbfront/ (mar)